BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara yang kaya akan ragam suku dan budaya,yaitu
sekitar 300 suku bangsa. Setiap suku memiliki keunikan masing-masing. Seperti
suku Suku Tengger yang berada di sekitar Gunung Bromo (Jawa Timur), Suku Baduy
yang terletak di wilayah Kabupaten Lebak, (Banten), suku Minahasa yang terdapat
di Sulawesi Utara dan masih banyak suku- suku lainnya yang besar maupun yang
kecil.
Diantara suku-suku diatas, disini penulis membahas tentang Suku Sasak
yang hidup di Pulau Lombok (Nusa Tenggara Barat) yang tinggal di
dusun Sade, Kecamatan Pujut, Lombok Tengah. Sekitar 80% Pulau Lombok diduduki
oleh Suku Sasak dan selebihnya adalah suku lainnya, seperti suku mbojo, dompu,
samawa, jawa dan hindu (Bali Lombok). Suku Sasak merupakan suku terbesar di
propinsi yang berada di antara Bali dan Nusa Tenggara Timur.
Umumnya pada masyarakat suku Sasak, kaum laki-laki memiliki mata
pencaharian sebagai petani, sedangkan kaum perempuan memiliki mata pencaharian
sambilan sebagai penenun kain. Hasil tenunan mereka biasanya dipajang di teras
rumah atau pada gazebo yang ada di sekitar rumah mereka. Masyarakat suku Sasak
juga mempunyai keunikan tersendiri dalam rumah adat yang mereka buat yang mana
lantai rumah adat tersebut dibuat dari campuran tanah liat, kotoran kerbau, dan
kulit padi. Menurut mereka, campuran tersebut lebih kokoh dibandingkan semen
biasa dan memiliki arti tersendiri. Tanah menggambarkan dari mana manusia
berasal. Sedangkan kotoran kerbau menggambarkan kehidupan mereka sebagai petani
yang sangat memerlukan kerbau untuk membajak sawah.
Dari Pemaparan diatas, nampak jelas terlihat banyak sekali hal yang perlu
kita ketahui secara mendalam tentang Suku Sasak, sehingga dapat memperluas
khasanah keilmuan dan untuk lebih memahami bahwa indonesia mempunyai berbagai
suku dan adat istiadat masing-masing sehingga kita mempunyai bekal untuk
manentukan sikap dan jalan apa yang paling tepat untuk menyikapinya.
1.1 Rumusan
Masalah
Dari latar belakang kita dapat
merumuskan masalah :
1) Bagaimana
sistem religi pada masyarakat suku Sasak?
2) Bagaimana
sistem sosial masyarakat suku Sasak?
3) Bagaimana
sistem mata pencaharian masyarakat suku Sasak?
4) Bagaimana
kebudayaan suku Sasak tumbuh dan berkembang?
1.2 Tujuan
Dari rumusan masalah kita dapat mengetahui
tujuan :
1) Untuk
mengetahui bagaimana sistem religi yang dianut oleh masyarakat suku Sasak
2) Untuk
mengetahui dan memahami sistem sosial suku sasak
3) Untuk
mengetahui bagaimana sistem mata pencaharian suku Sasak
4) Untuk
mengetahui dan memahami pertumbuhan dan perkembangan kebudayaan suku
Sasak
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah
Suku Sasak
Era
pra Sejarah tanah Lombok tidak jelas karena sampai saat ini belum ada data-data
dari para ahli serta bukti yang dapat menunjang tentang masa pra sejarah tanah
lombok.Suku Sasak temasuk dalam ras tipe melayu yang konon telah tinggal di
Lombok selama 2.000 tahun yang lalu dan diperkirakan telah menduduki daerah
pesisir pantai sejak 4.000 tahun yang lalu, dengan demikian perdagangn antar
pulau sudah aktif terjadi sejak zaman tesebut dan bersamaan dengan itu saling
mempengaruhi antar budaya juga telah menyebar.
Menurut isi Babad Lombok, kerajaan tertua yang pernah berkuasa di pulau
ini bernama Kerajaan Laeq (dalam bahasa sasak laeq berarti waktu lampau), namun
sumber lain yakni Babad Suwung, menyatakan bahwa kerajaan tertua yang ada di
Lombok adalah Kerajaan Suwung yang dibangun dan dipimpin oleh Raja Betara
Indera. Kerajaan Suwung kemudian surut dan digantikan oleh Kerajaan Lombok.
Pada abad ke-9 hingga abad ke-11 berdiri Kerajaan Sasak yang kemudian
dikalahkan oleh salah satu kerajaan yang berasal dari Bali yaitu kerajaan Gel
gel. Beberapa kerajaan lain yang pernah berdiri di pulau Lombok antara lain
Pejanggik, Langko, Bayan, Sokong Samarkaton dan Selaparang.
Kerajaan Selaparang sendiri muncul pada dua periode yakni pada abad ke-13
dan abad ke-16. Kerajaan Selaparang pertama adalah kerajaan Hindu dan
kekuasaannya berakhir dengan kedatangan ekspedisi Kerajaan Majapahit pada tahun
1357. Kerajaan Selaparang kedua adalah kerajaan Islam dan kekuasaannya berakhir
pada tahun 1744 setelah ditaklukkan oleh gabungan pasukan Kerajaan Karangasem
dari Bali dan Arya Banjar Getas yang merupakan keluarga kerajaan yang
berkhianat terhadap Selaparang karena permasalahan dengan raja Selaparang.
Pendudukan Bali ini memunculkan pengaruh kultur Bali yang kuat di sisi barat
Lombok, seperti pada tarian serta peninggalan bangunan (misalnya Istana
Cakranegara di Ampenan). Baru pada tahun 1894 Lombok terbebas dari pengaruh
Karangasem akibat campur tangan Batavia (Hindia Belanda) yang masuk karena
pemberontakan orang Sasak mengundang mereka datang. Namun demikian, Lombok
kemudian berada di bawah kekuasaan Hindia Belanda secara langsung.
Lombok mirah sasak adi merupakan salah satu kutipan dari kitab
Negarakertagama, sebuah kitab yang memuat tentang kekuasaan dan pemerintahaan
kerajaan Majapahit. Kata Lombok dalam bahasa kawi berarti lurus atau jujur,
kata mirah berarti permata, kata sasak berarti kenyataan, dan kata adi artinya
yang baik atau yang utama maka arti keseluruhan yaitu kejujuran adalah permata
kenyataan yang baik atau utama. Makna filosofi itulah mungkin yang selalu di
idamkan leluhur penghuni tanah lombok yang tercipta sebagai bentuk kearifan
lokal yang harus dijaga dan dilestariakan oleh anak cucunya. Dalam kitab –
kitab lama, nama Lombok dijumpai disebut Lombok mirah dan Lombok adi beberapa
lontar Lombok juga menyebut Lombok dengan gumi selaparang atau selapawis.
Asal-usul penduduk pulau Lombok terdapat beberapa Versi salah satunya yaitu
Kata sasak secara etimilogis menurut Dr. Goris. s. berasal dari kata sah yang
berarti pergi dan shaka yang berarti leluhur. Berarti pergi ke tanah leluhur
orang sasak ( Lombok ). Dari etimologis ini diduga leluhur orang sasak adalah
orang Jawa, terbukti pula dari tulisan sasak yang oleh penduduk Lombok disebut
Jejawan, yakni aksara Jawa yang selengkapnya diresepsi oleh kesusastraan sasak.
Etnis Sasak merupakan etnis mayoritas penghuni pulau Lombok, suku sasak
merupakan etnis utama meliputi hampir 95% penduduk seluruhnya. Bukti lain juga
menyatakan bahwa berdasarkan prasasti tong – tong yang ditemukan di Pujungan,
Bali, Suku sasak sudah menghuni pulau Lombok sejak abad IX sampai XI masehi,
Kata sasak pada prasasti tersebut mengacu pada tempat suku bangsa atau penduduk
seperti kebiasaan orang Bali sampai saat ini sering menyebut pulau Lombok
dengan gumi sasak yang berarti tanah, bumi atau pulau tempat bermukimnya orang
sasak.
Masuknya Jepang (1942) membuat
otomatis Lombok berada di bawah kendali pemerintah pendudukan Jepang wilayah
timur. Seusai Perang Dunia II Lombok sempat berada di bawah Negara Indonesia
Timur, sebelum kemudian pada tahun 1950 bergabung dengan Republik Indonesia.
Gambar 2.1
Masyarakat Suku Sasak
2.2 Agama
dan Kepercayaan (Religi)
Sebagian
besar penduduk pulau Lombok terutama suku Sasak menganut agama Islam (pulau
Lombok juga dikenal dengan sebutan pulau seribu masjid). Agama kedua terbesar
yang dianut di pulau ini adalah agama Hindu, yang dipeluk oleh para penduduk
keturunan Bali yang berjumlah sekitar 15% dari seluruh populasi di sana.
Penganut Kristen, Buddha dan agama lainnya juga dapat dijumpai, dan terutama
dipeluk oleh para pendatang dari berbagai suku dan etnis yang bermukim di pulau
ini.
Organisasi keagamaan terbesar di Lombok adalah Nahdlatul Wathan (NW),
organisasi ini juga banyak mendirikan lembaga pendidikan Islam dengan berbagai
level dari tingkat terendah hingga perguruan tinggi.
Di Kabupaten Lombok Utara, tepatnya
di daerah Bayan, terutama di kalangan mereka yang berusia lanjut, masih dapat
dijumpai para penganut aliran Islam Wetu Telu (waktu tiga). Tidak seperti
umumnya penganut ajaran Islam yang melakukan salat lima kali dalam sehari, para
penganut ajaran ini mempraktikan salat wajib hanya pada tiga waktu saja. Konon
hal ini terjadi karena penyebar Islam saat itu mengajarkan Islam secara
bertahap dan karena suatu hal tidak sempat menyempurnakan dakwahnya.
Terdapat juga sebuah kumpulan kecil orang sasak yang disebut Bodha
(jumlah: ± 8000 orang) yang menduduki kampung Bentek dan di curam Gunung
Rinjani. Agama mereka tidak mempunyai pengaruh Islam dan amalan utama mereka
adalah memuja dewa-dewa animisme. Ajaran agama Hindu dan Buddha juga dimasukkan
di dalam upacara agama mereka.
Agama Bodha mempercayai adanya lima tuhan yang besar, yang paling tinggi
dikenali sebagai Batara Guru. Tuhan yang lain adalah Batara Sakti dan Batara
Jeneng bersama isteri mereka Idadari Sakti dan Idadari Jeneng. Namun kini,
penganut agama Bodha sedang diajarkan mengenai agama Buddha yang ortodoks oleh
sami-sami yang dihantar oleh persatuan besar Buddha terbesar negara Indonesia.
2.3 Bahasa
Disamping bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, penduduk pulau Lombok
(terutama suku Sasak), menggunakan bahasa Sasak (bahasa asli) sebagai bahasa
utama dalam percakapan sehari-hari. Bahasa Sasak, terutama aksara (bahasa
tertulis) nya sangat dekat dengan aksara Jawa dan Bali, sama sama menggunakan
aksara Ha Na Ca Ra Ka …dst. Tapi secara pelafalan cukup dekat dengan Bali.
Menurut ethnologue yang mengumpulkan
semua bahasa di dunia, Bahasa Sasak merupakan keluarga (Languages Family) dari
Austronesian Malayo-Polynesian (MP), Nuclear MP, Sunda-Sulawesi dan Bali-Sasak.
Sementara kalau kita perhatikan secara langsung, bahasa Sasak yang
berkembang di Lombok ternyata sangat beragam, baik dialek (cara pengucapan)
maupun kosa katanya. Ini sangat unik dan bisa menunjukkan banyaknya pengaruh
dalam perkembangannya. Saat Pemerintah Kabupaten Lombok Timur ingin membuat
Kamus Sasak saja, mereka kewalahan dengan beragamnya bahasa sasak yang ada di
lombok timur, contoh : Kuto-Kute (Lombok Bagian Utara), Ngeto-Ngete (Lombok
Bagian Tenggara), Meno-Mene (Lombok Bagian Tengah), Ngeno-Ngene (Lombok Bagian
Tengah), Mriak-Mriku (Lombok Bagian Selatan)
2.4 Sistem
Kemasyarakatan Suku Sasak
1. Pelapisan
Sosial
Di daerah lombok secara umum
terdapat 3 Macam lapisan sosial masyarakat :
1. Golongan
Ningrat
2. Golongan
Pruangse
3. Golongan
Bulu Ketujur ( Masyarakat Biasa )
Masing -masing lapisan sosial
masyarakat di kenal dengan Kasta yang mempunyai criteria tersendiri :
a) Golongan
Ningrat ; Golongan ini dapat diketahui dari sebutan kebangsawanannya. Sebutan
keningratan ini merupakan nama depan dari seseorang dari golongan ini. Nama
depan keningratan ini adalah ” lalu ” untuk orang-orang ningrat pria yang belum
menikah. Sedangkan apabila merka telah menikah maka nama keningratannya adalah
” mamiq “. Untuk wanita ningrat nama depannya adalah ” lale”, bagi mereka yang
belum menikah, sedangkan yang telah menikah disebut ” mamiq lale”.
b) Golongan
Pruangse ; kriteria khusus yang dimiliki oleh golongan ini adalah sebutan “
bape “, untuk kaum laki-laki pruangse yang telah menikah. Sedangkan untuk
kaum pruangse yang belum menikah tak memiliki sebutan lain kecuali nama kecil
mereka, Misalnya seorang dari golongan ini lahir dengan nama si ” A ” maka ayah
dari golongan pruangse ini disebut/dipanggil ” Bape A “, sedangkan ibunya
dipanggil ” Inaq A “. Disinilah perbedaan golongan ningrat dan pruangse.
c) Golongan
Bulu Ketujur ; Golongan ini adalah masyarakat biasa yang konon dahulu adalah
hulubalang sang raja yang pernah berkuasa di Lombok. Kriteria khusus golongan
ini adalah sebutan ” amaq ” bagi kaum laki-laki yang telah menikah, sedangkan
perempuan adalah ” inaq “.
Di Lombok, nama kecil akan hilang
atau tidak dipakai sebagai nama panggilan kalau mereka telah berketurunan. Nama
mereka selanjutnya adalah tergantung pada anak sulungnya mereka. Seperti contoh
di atas untuk lebih jelasnya contoh lainnya adalah bila si B lahir sebagai
cucu, maka mamiq A dan Inaq A akan dipanggil Papuk B. panggilan ini berlaku
untuk golongan Pruangse dan Bulu Ketujur. Meraka dari golongan Ningrat Mamiq A
dan Mamiq lale A akan dipanggil Niniq A.
2. Sistem
Kekerabatan
Sistem kekerabatan di Tolot-tolot khususnya dan lombok selatan pada
umumnya adalah berdasarkan prinsip Bilateral yaitu menghitung hubungan
kekerabatan melalui pria dan wanita. Kelompok terkecil adalah keluarga batih
yang terdiri dari Ayah, Ibu, dan Anak. Pada masyarakat lombok selatan ada
beberapa istilah antara lain :
a) Inaq
adalah panggilan ego kepada ibu.
b) Amaq
adalah panggilan ego kepada bapak.
c) Ari
adalah panggilan ego kepada adik perempuan atau adik laki-laki.
d) Kakak
adalah panggilan ego kepada saudara sulung laki-laki ataupun perempuan.
e) Oaq
adalah panggilan ego kepada kakak perempuan atau laki-laki dari ibu dan ayah.
f) Saiq
adalah panggilan ego kepada adik perempuan atau laki-laki dari ayah atau ibu
g) Tuaq
adalah panggilan ego kepada adik laki-laki dari ayah atau ibi.
h) Pisak
adalah panggilan ego kepada anak dari adik/kakak dari ibu.
i) Pusak
adalah panggilan ego kepada anak dari adik/kakak dari ayah.
j) Untuk
masyarakat kaum kerabat di tolot-tolot pada khususnya dan lombok selatan pada
umumnya mencakup 10 generasi ke bawah dan 10 generasi ke atas tersebut
sebagai berikut :
Generasi ke atas :
1. Inaq/amaq
2. Papuk
3. Balok
4. Tate
5. Toker
6. Keletuk
7. Keletak
8. Embik
9. Mbak
10. Gantung
Siwur
Generasi ke bawah :
1. Anak
2. Bai
3. Balok
4. Tate
5. Toker
6. Keletuk
7. Keletak
8. Embik
9. Ebak
10. Gantung
Siwur
2.5 Mata
Pencaharian
Mata pencaharian penduduk suku Sasak berasal dari sektor pertanian dengan
daerah tersebur diwilayah kabupaten lombok timur, selain itu juga dalam bidang
peternakan dan hanya sebagian kecil bermata pencahariannya dari Pariwisata.
2.6 Kebudayaan
1. Adat
Istiadat dan Tradisi
Adat istiadat suku sasak dapat di saksikan pada saat resepsi perkawinan,
dimana perempuan apabila mereka mau dinikahkan oleh seorang lelaki maka yang
perempuan harus dilarikan dulu kerumah keluarganya dari pihak laki laki, ini
yang dikenal dengan sebutan "Merarik" atau "Selarian".
Sehari setelah dilarikan maka akan diutus salah seorang untuk memberitahukan
kepada pihak keluarga perempuan bahwa anaknya akan dinikahkan oleh seseorang,
ini yang disebut dengan "Mesejati" atau semacam pemberitahuan kepada
keluarga perempuan. Setalah selesai makan akan diadakan yang disebut dengan
"Nyelabar" atau kesepakatan mengenai biaya resepsi.
Kemudian
terdapat pula tradisi yang bernama "Rowah Wulan dan Sampek Jum'at",
tradisi tersebut bertujuan untuk menyambut datangnya bulan Ramadhan.
Upacara tersebut biasa dilakukan oleh orang-orang Sasak golongan Wetu
Telu di Lombok, Indonesia. Sejak sebulan sebelum bulan Ramadhan, penganut Wetu
Telu mengadakan rowah wulan dan sampek jumat sebagai bentuk penyambutan dan
pemuliaan bulan Ramadhan, walaupun penganut Wetu Telu tidak berpuasa selama
satu bulan penuh. Rowah Wulan diselenggarakan pada hari pertama bulan Sya‘ban
sedangkan Sampek Jumat pada Jumat terakhir bulan Sya‘ban atau disebut Jum‘at
penutup.
Walaupun
penganut Wetu Telu tidak berpuasa selama satu bulan penuh karena pemahaman yang
berbeda terhadap bulan Ramadhan dan juga karena pengaruh adat istiadatnya
seperti kebiasaan memamah sirih pada pagi, siang, ataupun sore hari, tetapi
ketika bulan puasa menjelang, mereka menahan diri untuk tidak melakukan
perbuatan yang dilarang guna menjaga kesucian bulan Ramadhan. Penganut Wetu
Telu diminta untuk menunda semua upacara (ritus) peralihan individu (begawe)
seperti nguringsang (pemotongan rambut), nyunatang (khitan), dan ngawinang
(perkawinan) karena perayaan tersebut akan merusak kesucian bulan Ramadhan.
Bahkan jika ada salah satu anggota keluarga yang meninggal dunia, keluarganya
harus menyelenggarakan upacara kematian secara sederhana dan menangguhkan
upacara pasca kematian sesudah bulan Ramadhan.
2. Kesenian
Suku Sasak memiliki keunikan dalam hal kesenian. Salah satunya dalam hal
kesenian bela diri yg dikenal dengan sebutan "Presean". Presean
sebenarnya adalah sebuah tradisi yang digelar rutin tiap tahun oleh masyarakat
suku Sasak di mana dalam Presean ini diadakan sebuah pertarungan antar dua
orang di arena dengan bersenjatakan sebilah rotan dengan lapisan aspal dan
pecahan kaca yang dihaluskan, sedangkan perisai (Ende) terbuat dari kulit lembu
atau kerbau. Setiap pemainnya/pepadu dilengkapi dengan ikat kepala dan kain
panjang.
Presean
sendiri pada awalnya adalah sebuah latihan pedang dan perisai oleh prajurit
kerajaan di Lombok sebelum mereka menghadapi perang yang sesunggunya di medan
perang. Namun, dalam perjalanannya Presean ini kemudian berkembang dan tetap
dilaksanakan hingga kini oleh suku Sasak sebagai ajang bertarung di arena
dengan juri sebagai pengatur pertandingan. Suku Sasak tahu betul akan
sportifitas, dan karenanya meski dalam arena mereka sampai berdarah-darah
terkena sabetan rotan lawannya namun di luar arena mereka sama sekali tak ada
dendam satu sama lain. Mereka tahu betul bahwa itu hanya sebuah permainan yang
karenanya tak perlu di bawa hingga ke hati dan menimbulkan dendam hanya karena
terluka pada saat bertarung di arena.
Gambar 2.6
Kesenian Suku Sasak
Oleh: Lalu Pangkat Ali
Ø
Lalu Pangkat Ali sebagai infoman
[Sasak.Org] HAMPIR disetiap cabang seni budaya, masyarakat
Sasak di pulau Lombok memiliki ciri khas tersendiri. Kita tahu bahwa, berbagai
jenis seni karawitan, pewayangan/pedalangan, seni tari, seni musik, seni ukir,
seni beladiri dan seni sastra, memiliki tempat tersendiri di hati masing-masing
orang Sasak
Seni karawitan seperti rebana, gendang beleq, kelentang dan
tawaq-tawaq, menggunakan gending yang tak jauh beda dengan gendang Bali dan Jawa.
Cuma bedanya, terletak pada jumlah personil (sekahe) yang memainkan alat-alat
instrumen gong gamelan Sasak yang tidak terlalu banyak, namun menghasilkan
instrumental yang ramai. Kita ambil gong gamelan (karawitan) yang mengiringi
seni pedalangan wayang kulit. Jumlah personilnya cukup 7-8 orang. Begitu pula
dengan gong gamelan yang mengikuti permainan peresaian (saling pukul dengan
rotan), dengan personil cukup antara 4-5 orang.
Di bidang seni musik cilokaq, digemari sebagai tontonan
rakyat maupun tontonan para wisatawan yang berkunjung. Ada pula seni teater
tradisional seperti Cupak-Gerantang yang ceritanya diambil dari takepan Doyan
Nada, sebuah cerita panji yang berkembang pada masa kebesaran Jenggala-Kediri
dan Kahuripan di Jawa Timur. Begitu pula dengan seni teater tradisional rudat.
Teater ini, pada masa sebelum sampai tahun 1950-an, mereka pernah berjaya
sebagai tontonan rakyat yang menarik dengan nama rudat kumidi. Cerita-cerita
yang dibawakan kebanyakan diambil dari cerita hikayat.
Kalau kita ikuti perjalanan sejarah seni rudat, lebih-lebih
dengan cerita komedi, maka seni ini berkembang sebagai budaya Islam di Lombok
yang berasal dari Hindustan (Turki) pada masa kejayaan Islam Turki Usmani.
Banyak jenis seni budaya Sasak yang masih terpelihara dengan baik. Bila dikemas
dan dipersiapkan dengan baik, lalu ditangani secara professional, akan
mendatangkan daya tarik tersendiri bagi para wisatawan Nusantara (wisnu) dan
wisatawan mancanegara (wisman) yang berkunjung ke Lombok.
Untuk
kerjasama dengan instansi terkait (Diparsenibud) serta pihak-pihak yang
mengelola kegiatan yang berhubungan dengan wisatawan, seperti hotel-hotel dan
restoran, seniman, budayawan, guide serta seluruh komponen masyarakat, sangat
diperlukan.
Seni
budaya Sasak sesungguhnya merupakan potensi yang paling dapat diandalkan
menjadi pemicu kegiatan ekonomi lainnya di bidang pariwisata di Lombok. Selain
bidang seni, tidak kalah mutunya dibandingkan dengan hasil masyarakat luar.
Hasil seni kerajinan anyaman, ukiran yang tumbuh dan berkembang di berbagai
daerah di Lombok Barat, Lombok Tengah dan Lombok Timur, cukup diminati para
wisatawan asing.
Di Lombok Barat sendiri memberi gambaran bahwa, kerajinan
anyaman, ukiran, seni keramik penghasil gerabah, mulai dari yang kecil bisa
dimasukkan ke dalam saku hingga yang memerlukan peti jika akan diangkut ke luar
negeri (export), telah dapat dipersiapkan para pedagang.
Di bidang seni desain yang berhubungan dengan motif-motif
kain tradisional, beberapa daerah seperti Sukarara, Sade (Lombok Tengah), kain
tenuh Gumise (Lombok Barat), Bayan (KLU), Sakra, Suwangi (Lombok Timur),
sesungguhnya daerah-daerah andalan. Lebih-lebih kemampuan mengolah bahan kain
secara tradisional mulai dari memintal benang hingga pewarnaan, lalu menenunnya
menjadi berbagai motif. Pengetahuan ini dimiliki oleh orang-orang Sasak sejak
dulu.
Semenjak zaman dahulu, Lombok terkenal sebagai penghasil
tenun, kayu sepang dan kapas yang menjadi bahan export. Demikian pula untuk
menghasilkan kain-kain yang bercorak tradisional, Lombok dikenal dengan songket
ragi genep, bintang empat, rembang dan subahnala. Kini, jenis kain-kain
tersebut begitu diminati para wisatawan, sehingga apabila sumber daya yang ada
di Lombok dewasa ini mengoptimalkan usahanya di bidang tenun tradisional
tersebut, berarti tingkat kemajuan ekonomi bakal menjadi meningkat.
Hanya saja ada permasalahan, kegiatan menenun secara
tradisional masih merupakan pekerjaan sampingan dari kalangan yang terbatas.
Yang bekerja di bidang ini, terbatas pada orang-orang wanita. Dengan demikian
hasil yang didapat belum optimal.
Kaitannya
dengan pekerjaan kalangan terbatas, pihak instansi terkait (Diparsenibud) telah
melakukan terobosan, guna mengantisipasi kebiasaan tersebut. Upaya sosialisasi
dan realisasi telah dilaksanakan sehingga, berangsur-angsur kebiasaan pekerjaan
sampingan dari kalangan terbatas bisa terkikis. Di Lombok Barat sendiri, pemda
setempat sudah mengupayakan kain tenun Gumise, Desa Sekotong Timur Kecamatan
Lembar sebagai kostum uniform pada hari kerja Sabtu. Dengan demikian, Sumber
Daya Manusia (SDM) dibidang seni budaya tetap terpelihara, sekaligus
terpeliharanya SDM yang berkualitas.
Jadi,
pengembangan pariwisata harus didukung oleh Sumber Daya Manusia (SDM) yang
menjurus kearah sikap profesionalisme. Untuk ini, sebagai jawabannya adalah,
melalui pengadaan lembaga-lembaga pendidikan formal kejuruan sebagai ajang
dididiknya calon-calon tenaga kerja yang trampil, menggeluti bidang pariwisata.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan
dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang (masyarakat) dan diwariskan dari
generasi ke generasi. Sedangkan, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa,
dan cipta masyarakat.
Pulau
Lombok adalah sebuah pulau di kepulauan Sunda Kecil atau Nusa Tenggarayang
terpisahkan oleh Selat Lombok dari Bali di sebelat barat dan Selat Alas di
sebelah timur dari Sumbawa. samudra indonesaia di sebelah utara dan samudra hindia
disebelah seletan.
Etnis Sasak
merupakan etnis mayoritas penghuni pulau Lombok, suku sasak merupakan etnis
utama meliputi hampir 95% penduduk seluruhnya. Pemeluk agama islam yang taat,
dengan bahsa sasak sebagai bahasa utama dalam berkomonikasi kehidupan
sehari-hari. Bermata pencaharian sebagai petani.
Suku
Sasak juga mempunyai keanekaragaman budaya, baik dari segi adat istiadat yang
digunakan maupun dari hal kesenian yang mana mempunyai keunikan tersendiri di
dalamnya. Hal-hal tersebut merupakan salah satu bukti daripada kekayaan budaya
negara Indonesia.
Di daerah
lombok secara umum terdapat 3 Macam lapisan sosial masyarakat, yaitu Golongan
Ningrat, Golongan Pruangse, dan Golongan Bulu Ketujur ( Masyarakat Biasa ).
Adat istiadat suku sasak dapat di saksikan pada saat resepsi
perkawinan, yang dikenal dengan sebutan "Merarik" atau "Selarian".
Budaya Presean atau bertarung dengan rotan salah satu
kekayaan budaya gumi (bumi) gogo rancah (lombok). Berupa pertarungan dua
lelaki Sasak bersenjatakan tongkat rotan (penjalin) serta berperisai kulit
kerbau tebal dan keras (ende). Petarung disebut pepadu. Acara tarung presean
ini juga diadakan untuk menguji keberanian/nyali lelaki sasak yang wajib jantan
dan heroik saat itu. Awalnya merupakan sebuah bagian dari upacara adat
yang menjadi ritual untuk memohon hujan ketika kemarau panjang.
B .
Saran
Kebudayaan Indonesia yang beraneka ragam harus senantiasa
kita jaga dan kita lestarikan, mulai dari memperkenalkan kebudayaan-kebudayaan
kepada tiap-tiap generasi diantaranya melalui pendidikan kebudayaan Indonesia.
Oleh karena itu perlu diadakannya penelitian lebih lanjut mengenai kebudayaan
Indonesia, untuk mengetahui seluk beluk sejarah dan perkembangan kebudayaan
yang ada di Indonesia.



kebudayaan Indonesia ini tentu nya beragam seperti adanya suku Sasak di Lombok
BalasHapushttp://www.marketingkita.com/2017/08/indahnya-sebagai-sales-marketing.html