Senin, 17 Maret 2014

SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM DI LOMBOK (Telaah Terhadap Pembaharuan Pendidikan Ormas Nahdlatul Wathan Serta Pemikiran dan Gerakan Tuan Guru Kiai Hamzanwadi)

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Sejarah telah mencatat bahwa akhir abad ke-17 dan awal abad ke-18 adalah periode yang sangat penting dalam perkembangan sejarah dunia. Dapat dikatakan bahwa masa itu merupakan masa-masa fenomenal yang telah membawa peradaban dunia ini kepada perubahan-perubahan mendasar, baik dalam aspek politik, sosiologis, idiologis, maupun Agama.
Secara normatif, ketika islam pertama kali diperkenalkan, umat islam telah dijanjikan bahwa mereka akan menjadi ‘’ komunitas yang paling mulia yang pernah muncul untuk umat manusia, secara kultural, kaum muslimin awal telah menunjukkan bahwa mereka telah membangun  sebuah peradaban besar yang membentang luas dari sungai nil hingga Oxus, dan perubahan itu juga paling berpengaruh di dunia pada abad ke-16.
Dlam perkembangan selanjutnya, islam merupakan dan menjadi sebuah faktor utama dalam masyarakat Lombok. Hampir 95% dari penduduk kepulauan Lombok adalah orang sasak dan hampir semuanya beragama islam. Karena tidak heran seorang etnograf mengatakan bahwa “menjadi sasak berarti menjadi muslim”. Meskipun pernyataan ini tidak seluruhnya benar (karena pernyataan ini mengabaikan popularitas sasak Boda),[1] sentimen-sentimen itu dipegangi bersama oleh sebagian besar penduduk pulau Lombok karena identitas sasak begitu erat terkait dengan identitas mereka sebagai muslim.
Seiring perkembangan dan pembaharuan pendidikan di nusantara khususnya NTB dengan dilatarbelakangi oleh keinginan untuk memurnikan ajaran islam dari pengaruh tradisi lokal yang animis. Sebagaimana diketahui bahwa tradisi lokal yang paling banyak berpengaruh. Satu-satunya adalah yang dikenal dengan Islam Wetu Telu (waktu tiga). Wetu Telu merupakan agama tradisional yang diperkaya dengan ajaran-ajaran lokal seperti pemujaan roh. Meskipun tradisi ini diklaim bersumber dari ajaran islam, namun ajaran islam yang sesungguhnya itu justru diperlakukan sebagai unsur persial yang dicangkokkan dalam mosaik tradisi kultural Wetu Telu yang lebih besar. Ajaran-ajaran tersebut tidak mampu dipengaruhi oleh sistem pendidikan agama islam islam yang berkembang waktu itu.
Kemudian pada tahun 1934 muncul salah satu pembaharu yang berupaya untuk meneruskan jejak pendahulunya. Tokoh tersebut bernama Tuan guru kiai Hamzanwadi, seorang alumni Madrasah Saulatiyyah makkatul mukarromah.
Pemakalah mengangkat tokoh ini karena hamzanwadi memenuhi persyaratan untuk diketahui sebagai seorang tokoh pemikir.
B.     Rumusan Masalah.
Berangkat dari latar belakang masaqlah di atas, peneliti mengangkat beberapa masalah sebagai fokus penelitian, yaitu:
1.         Bagaimana Kondisi wate telu di Lombok (sebelum tahun 1960)
2.         Bagaimana konsep berdirinya Nahdlatul Whatan
3.         Bagaimana Akidah, Azaz,Tujuan dan Kiprah Organisasi Nahdlatul Whatan
4.         Bagaimana Nahdlatul whatan dan Perubahan keagamaan Masyarakat wetu telu
C.    Tujuan dan manfaat Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mengungkap mata rantai sejarah pendidikan islam di Lombok serta arti pentingnya bagi perubahan yang terjadi dalam masyarakat Lombok. Secara lebih detai penelitian ini ditujukan untuk :
1.      Menjelaskan sejarah pendidikan islam di Lombok
2.      Mengetahui latar belakang sejarah pendidikan islam yang ada di Lombok
Manfaat penelitian adalah memberikan kontribusi dan memperkaya khasanah pemikiran keislaman khususnya dalam disipin sejarah islam.


D.    Kerangka Teori
a)      Pengertian Sejarah
Kata sejarah berasal dari bahasa Arab yaitu Syajarotun yang berarti pohon kayu. Pohon dalam pengertian ini merupakan suatu simbol yaitu simbol kehidupan. Di dalam pohon terdapat bagian-bagian seperti batang, ranting, daun, akar, dan buah. Bagian-bagian dari pohon itu menunjukkan adanya aspek-aspek kehidupan yang satu sama lain saling berhubungan untuk membentuk sesuatu itu menjadi hidup. Lambang pohon itu menunjukkan adanya pertumbuhan dan perkembangan. Istilah yang memiliki makna sama dengan kata syajaratun adalah silsilah, riwayat atau hikayat, kisah, dan tarikh. Silsilah menunjuk pada keluarga dan nenek moyang.
b)      Pengertian Pendidikan
Secara bahasa definisi pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusiamelalui upaya pengajaran dan pelatihan.
Sedangkan secara istilah pendidikan  adalah proses yang terus menerus (kekal) dari penyesuaian yang lebih tinggi bagi makhluk manusia yang telah berkembang secara fisik dan mental, yang bebas dan sadar kepada Tuhan, seperti termanifestasi dalam alam sekitar intelektual, emosional dan kemanusiaan dari manusia.
c)      Pengertian Pendidikan Islam
Endang Syaifuddin Anshori memberikan pengertian bahwa pendidikan Islam adalah proses bimbingan (pimpinan, tuntunan, usulan) oleh obyek didik terhadap perkembangan jiwa (pikiran, perasaan, kemauan, intuisi dan lain-lain) dan raga obyek didik dengan bahan-bahan materi tertentu dan dengan alat perlengkapan yang ada ke arah terciptanya pribadi tertentu diserta evaluasi sesuai dengan ajaran Islam.
Ahmad D. Marimba mendefenisikan pendidikan Islam dengan bimbingan jasmani-rohani, berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.
d)     Apa pengertian dari nahdhatul Wathan
Nahdlatul Wathan disingkat NW adalah organisasi massa Islam terbesar di pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat. Organisasi ini didirikan di Pancor, Kabupaten Lombok Timur oleh TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Majid yang dijuluki Tuan Guru Pancor serta Abul Masajid wal Madaris (Bapaknya Masjid-masjid dan Madrasah-madrasah) pada tanggal 1 Maret 1953 bertepatan dengan 15 Jumadil Akhir 1372 Hijriyah. Organisasi ini mengelola sejumlah Lembaga Pendidikan dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi.

E.     Metode penelitian
Kajian ini merupakan kajian sejarah. Penelitian sejarah dilakukan melalui lima tahap, yaitu pemiliihan topik, pengumpulan sumber, verifikasi, interpretasi  dan penulisan.[2]
1.      Pemilihan Topik
Topik penelitian ini adalah Sejarah Pendidikan Islam di Lombo. Pemilihan topik-topik ini didasarkan pada fakta-fakta bahwa sejarah pendidikan pada masa tersebut merupakan perkembangan, yang paling gemilang atau penyebaran dan perkembangn islam di pulau Lombok mencapai zaman keemasan.
2.      Pengumpulan Sumber
Pengumpulan sumber yaitu suatu tahap pengumpulan data, baik itu tertulis maupun lisan yang diperlukan untuk kelengkapan penelitian.[3] Sumber tetulis bisa berbentuk dokumen, artefak, arsif. Sumber tidak tertulis berupa data yang berasal dari penuturan, narasi, atau cerita dari narasumber. Untuk mengungkap sumber kedua ini dikenal dengan sejarah lisan.
Sebagai sumber primer dipergunakan catatan-catatan sejarah tentang pulau Lombok. Data skunder berasal dari tulisan-tulisan  dan dokumentasi yang mendukung dan seuain dwengan tem penelitian ini. Data diolah dari hasil penelitian teks atau sumberlain sejauh membahas tentang tema terkait. Hal ini dilakukan untuk melihat bagaimana proses sejarah pendidikan islam dipulau Lombok.
Kegiatan ini dilakukan dengan memprioritaskan penggalian data tentang sejarah pendidikan islam di Lombok yang terdapat pada literatur yang ada. Disamping itu, penelti berusaha pula menggali dari sumber lain, seperti dokumentasi kegiatan Nahdlatul Whatan yang memiliki keterkaitan dengan sejarah pndidikan islam di Lombok.
3.      Verifikasi (Kritk sejarah dan keabsahan sumber)
Verifikasi dilakukan sebagai alat pengendalian atau pengecekan proses serta untuk mendeteksi adanya kekeliruan yang terjadi. Dalam hal ini dilakukan kritik ekstern dan intern[4] sehingga sumber data yang diperoleh benar-benar otentik dan kredibel.
Untuk memperoleh otentisitas dan kredibilitas sumber , data yang diperoleh dianalisi dan diperbaharui supaya layak. Sumber data dikomparasi denagn data lain untuk memperoleh obyektifitas dan menghindari manipulasi data. Verifikasi akan dilakukan dengan menguji silang berbagai data yang ada sehingga didapatkan bukti-bukti yang shahih.
4.      Historigrafi (Penulisan)
Histografi adalah penulisan tahap akhir sebagi prosedur penelitian sejarah dengan memperhatikan aspek kronologis[5]. Pada langkah ini penulis menyusun bahan-bahan yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya menjadi suatu kisah atau penyajian secara sistematis sesuai denagn metode penuliasan dalam penelitian.



F.     Tinjauan Pustaka
Studi yang terkait dengan masyarakat Lombok sudah banyak dilakukan. Erni Budiwanti (2000) melakukan penelitian terhadap komunitas Sasak dalam bentuk analisis konflik yang terjadi antara pemeluk agama islam waktu lima dan Wetu Telu, ia menyoroti ekspansi ajaran yang dilakukan oleh penganut islam waktu lima terhadap pemeluk Islam Wetu Telu, jadi fokus analisisnya pada masalah studi sejarah agama dari komunitas sasak.























BAB II
PEMBAHASAN
A.    Kondisi Wetu telu Di Lombok (Sebelum Tahun 1960)
1.      Arti dan Makna Wetu telu
Beberapa arti dan makna Wate Telu dapat dijabarkan sebagai berikut :
a)      Wetu berarti hukum dan Telu berarti tiga’ Adapun hukum yang ketiga itu yang dimaksud ialah : Adat, Agama, Pemerintah.
b)      Semua makhluk hidup muncul ( metu ) melalui tiga jenis system yaitu Mentiuq ( berkembakbiak dari benih ) seperti tumbuhan, Menteluq ( bertelur ) seperti unggas, Menganak ( melahirkan ) seperti manusia.
c)      Pengakuan terhadap Tuhan, Adam dan Hawa.
d)     Keharusan semua makhluk hidup melalui tiga tahapan rangkaian siklus yaitu : Menganak ( dilahirkan), Irup (hidup), Mate ( meninggal dunia ).
e)      Kepercayaan masyarakat terhadap Al – Qur’an, Hadits, dan Ijma para ulama.
f)       Kenyataan hidup yang tidak pernah terlepas dari Hari, Bulan, dan Tahun.
2.      Perkembangan Islam Wetu telu
2.      a   Asal usul Islam Wetu telu
Pada Abad ke VII Masehi Lombok dikuasai oleh kerajaan Hindu Majapahit dan memperkenalkan Hindu Budhisme di kalangan sang Sasak dan pengaruh ajaran hindu luntur setelah diperkenalkan islam oleh Sunan Prapen Putra Sunan Giri pada abad ke XVI Masehi, dan dinasti Selaparang yang merupakan dinasti Selaparang yang merupakan dinasti yang berpengaruh menerima islam.
Proses islamisasi pertama kalinya dipulau lombok dilakukan pada abad ke XVI Masehi oleh Sunan Perapen (Putra Susuhan Ratu Giri) dari Jawa, Sunan Perapen juga dibantu dengan Sunan pengging atau pangeran Mangkubumi yang menganut islam kalijaga menyebarkan ajaran sufi mistik islam kepada orang sasak asli Lombok. Yang saat itu Lombk masih masih menganut ajaran Animisme Hindu dan Budha. Pangeran Mangkubumi konon menikah dengan Putri Kerajaan Parwa, yang konon pula menimbulkan kekecewaan kepada kerajaan Goa Sulawesi.
Dengan Alasan ini Goa menyerang Lombok tahun 1640 M, Abad ke XVII Masehi yang dipimpin Raden Sambelie dan Raden Salut, dan pangeran Mangkubumi hijrah ke sebuah desa dikaki Gunung Rinjani yaitu Bayan Lombok Utara saat ini Disitu dikembangkan Aliran Sufinya, kemudian Aliran ini berbaur dengan budaya Hindu Majapahit yang dari sinilah muncul suatu aliran yang disebut Aliran Wetu Telu. Artinya Islam wetu telu adalah percampuran atau kombinasi antara islam sufisme dengan ajaran pantheis Dari desa Bayanlah diperkirakan Aliran Wetu Telu bermula kemudian menyebar ke seluruh pulau lombok dan menjadi satu-satunya Aliran Agama yang tidak tersaingi.
Raden Sambelie dan raden Salut kerajaan Makasar (Goa) juga mengajarkan islam yang mana mereka membawa ajaran Sunni Ortodoks yang diterima oleh kelompok bangsawan dan masyarakat khususnya Lombok Tengah dan Lombok Timur. yang menerima ajaran Sunni Ortodoks dari orang makasar inilah namanya Penganut Islam Waktu Lima.
2.      b   Perkembangan Islam Wetu telu
Wetu telu mengalami perkembangan yang sangat pesat di Lombok, terutama sebelum 1960. Pesatnya perkembangan Wetu telu nampak pada persebarannya yang hampir memasuki semua daerah yang ada di pulau Lombok kecuali dibeberapa tempat yaitu:
1)      Bengkel dan Skarbile Lombok Barat.
2)      Karang Lebah Praya Lombok Tengah
3)      Kelayu Lombok Timur dan beberapa tempaat lainnya dimana komunitasnya telah memiliki Tuan Guru. Pengaruh Tuan Guru pada dasarnya telah tertanam jauh sebelum kolonisasi Belanda. Perkembangan pengaruh tuan guru diikuti oleh merosotnya pengaruh bangsawan. Banyak bangsawan Wetu telu berpindah ke ajaran Waktu Lima. Hanya beberapa diantara mereka masih mempertahankan status mereka di kawasan yang terbatas. Penetrasi ajaran Ortodoks Tuan Guru yang cepat berhasil memudarkan dan akhirya pengaruh dari sistem tradisional Wetu telu dihampir semua kawasan Lombok, kecuali dibeberapa tempat sampai saat ini di Bayan Lombok Utara.
3.      Pemahaman Islam Wetu telu
3.      a   Kepercayaan kepada tuhan
Kepercayaan kepada Tuhan adalah rahasia (Asma), yang terwujud dalam panca indra tubuh manusia pertama yaitu Adam dan Hawa. Secara simbolis Adam mempersentaasikan garis Ayah/laki-laki, sementara hawa mempersentasikan garis ibu atau perempuan. Menurut penjelasan Amak Mindri (72 Tahun) kepada peneliti bahwa: kodrat tuhan merupakan kombinasi 5 indra (berasal dari tuhan) dan 8 organ yang diwarisi dari Adam (garis laki-laki) dan Hawa garis perempuan. Masing-masing kodrat tuhan dapat ditemukan dalam setiap lubang yang ada dalam tubuh manusia dari mata hingga anus.
Intinya iman kepada tuhan, adam, dan hawa adalah pusat keyakinan waktu telu, penjelasan semacam ini dapat dilihat di lontar layang Ambiya. Dalam konsep idiologi (pandangan) dan kosmologi (Asal) tidak sekeyakinan dengan Wetu Lima tentang keesaan tuhan, Wetu telu memiliki kepercayaan akan arwah leluhur dan makhluk halus yang menempati benda-benda mati yang disebut penungg meskipun kesemua itu memiliki kekuatan supranatural yang tunduk kepada tuhan.
Inti kepercayaan Islam Wetu Telu sebenarnya tidak jauh berbeda dengan Islam Watu Lima (atau islam kebanyakan), hanya saja terdapat perbedaan dalam pelaksanaan syari’at. Dengan adanya usaha pnyempurnaan dan peningkatan pengetahuan agama yang dilakukan oleh para da’I yang dikirim oleh beberapa pesantren telah membawa sebagian penganut Islam Wetu Telu menjalankan syari’at agama islam yang murni.
3.b  Praktek ritual dan pelaksanaannya.
Adapun pemahaman tentang upacara ritual dan pelaksanaan yang sering dilaksanakan di lingkungan waktu telu yaitu:
1)      Semua upacara ritual keagamaan merupakan kewajiban para kiyai, sedang yang bukan kiyai harus memberikan sedekah kepada kiyai.
2)      Dalam menetapkan hari besar islam seperti menetapkan tanggal yang tepat untuk menyelenggarakan peringatan hari besar islam menggunakan Neptu ( Hitungan Tradisional )
3)      Zakat fitrah diserahkan hanya kepada kiyai.
4)      Peringatan maulid untuk mengingat pertemuan Adam dan Hawa sebagai bapak dan ibu dari seluruh manusia.
yang menarik dan unik dari praktek keagamaan atau ibadah wetu telu adalah adanya perbedaaan tata cara yang berbeda-beda antara daerah satu dan yang lainnya. Disaembalun misalnya, sebuah daerah dingin Lereng Gunung Rinjani (Lombok Timur), mereka tidak melaksanakan sholat lima waktu, melainkan hanya menjalankan sholat asyar.[6]
Agama sasak atau lebih spesifik lagi islam sasak merupakan cermin dari pegulatan agama lokal atau tradisional berhadapan dengan agama dunia yang universal dalam hal ini islam. Seperti yang terjadi di Bayan(Lombok)[7], islam wetu telu (islam Lokal) yang banyak dipeluk oleh penduduk sasak asli dianggap sebagai “tata cara keagamaan islam yang salah (bahkan cenderung syirik)” oleh kalangan islam wetu lima, sebuah varian islam universal yang dibawa oleh orang-orang dari daerah lain di pulau lombok. Tak pelak, islam wetu lima sejak awal kehadirannya disengaja untuk melakukan misi atau dakwah islamiyah terhadap kalangan wetu telu karena dianggap keislaman mereka belum sempurna.


B. Konsep Berdirinya Nahdlatul Wathan (NW).
1)      Pengertian Nahdlatul Watahan (NW)
Nahdlatul Wathan, berasal dari dua suku kata dalam bahasa arab, yaitu kata Nahdloh yang berarti kebangkitan dan kata Wathan yaitu tanah air, Nahdlatul Wathan berati kebangkitan negeri (kebangkitan sebuah bangsa) ini tercermin dalam kiprahnya yang terus bergerak dalam bidang  pendidikan, sosial dan dakwah Islamiyah yang selalu berpegang teguh dalam Islam Ahlussunnah wal Jamaah ala Madzhabil Imam Syafii RodiallohuAnhu. Organisasi Nahdlatul Wathan disingkat NW adalah organisasi keagamaan islam (jama’iyah diniyah islamiyah) yang memiliki kegiatan utama (core activities) dalam bidang pendidikan, social dan dakwah islamiyah.
2)      Sejarah Berdirinya Nahdlatul Watahan (NW)
Organisasi ini didirikan oleh TGH KH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid pada tanggal 1 Maret 1953 bertepatan dengan 15 Jumadil Akhir 1372 Hijriyah. Dalam merealisasikan obsesinya Tuan Guru Haji Zainudin Abdul Majid mendirikan pesanteren al-Mujahidin pada tahun 1934 M, sebagai tempat pembelajaran agama secara langsung bagi kaum muda. Pendirian ini di latarbelakangi oleh keinginannya untuk memberikan pelajaran agama yang lebih bermutu kepada masyarakat, karena pada saat itu umumnya para tuan guru dalam mengajarkan agama lebih banyak menggunakan kitab-kitab Arab Melayu, seperti Bidayah, dan Sabil al-Muhtadin. Selain itu, masalah kualitas keberagaman masyarakat secara umum berada dalam kondisi yang terpuruk, sebagai akibat langsung dari kolonialisme Belanda dan Kerajaan Hindu Bali yang cukup lama. Masyarakat sangat antusias terhadap keberdaan pesantren ini, sehingga ia berinisiatif untuk mengembangkanya lebih lanjut dalam bentuk pembelajaran yang lebih formal di ruang kelas. Seiring dengan meningkatnya jumlah santri yang belajar di pesantren ini, mendorong TGH KH.Muhammad Zainuddin Abdul Madjid mendirikan madrasah Nahdlatul Watahan Diniyah Islamiyah (NBDI) yang dipandangnya lebih efektif dalam mencapai tujuan pendidikan.
Dalam perjalananya lembaga Madrasah NWDI tersebut mendapatkan berbagai kecaman dari para tuan guru di Lombok Mereka, para tuan guru pada umumnnya memandang bahwa sistem pendidikan semi-klasik seperti NWDI merupakan adopsi sistem pendidikan kaum Mu’tazilah, Khawarij dam wahabi. Dan di samping itu, tantangan juga dari para pamomg praja Desa bersama tokoh-tokoh desa lainya dengan memberikan sebuah pilihan dilematik kepadanya, yakni apakah akan tetap mendirikan madrasah atau akan tetap sebagai imam dan khatib di masjid pancor.
Sukses mendirikan NWDI, Tuan Guru Haji Zainuddin Abdul Majid mendirikan Madrasah Nahdlatul Watahan Banat Diniyah Islamiyah (NWDI) pada tahun 1943 M, sebuah lembaga pendidikan yang dikhususkan untuk pendidikan kaum perempuan. Melalui kedua madrasah (NWDI dan NBDI) ini kemudian secara bertahap masyarakat Lombok mulai mengenal pendidikan formal untuk pertama kalinya. Dengan kedua madrasah ini pula pendidikan masyarakat secara tahap demi setahap terus meningkat. Kedua lembaga madrasah tersebut selanjutnya dijuluki “Dwi Tunggal Pantang Mundur”, mengalami kemajuan yang pesat, baik dalam perkembangannya dengan bedirinya madrasah cabang maupun kelengkapan sarana-prasarana pendidikanya. Dengan pesatnya kemajuan pendidikan di kedua madrasah tersebut lalu Tuan Guru Haji Zainuddin Abdul Masjid membentuk organisasi Nahdlatul Wathan pada tahun 1953 M di pancor Lombok Timur.
C.  Aqidah , Azas, Tujuan, dan Kiprah Organisasi Nahdlatul Wathan ( NW )
1)             Aqidah, Asas dan Tujuan Nahdlatul Wathan
Azas dan aqidah organisasi merupakan landasan perjuangan organisasi dalam mencapai tujuannya. Pasal 2 Anggaran Dasar Nahdlatul Wathan menetapkan :
·         Nahdlatul Wathan berazaskan Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan, keadilan social bagi seluruh rakyat indonesia.
·         Aqidah : Nahdlatul Wathan beraqidah Islam Ahlusunnah Wal Jamaah ala Mazhabil Imam Syafii RA.
·         Tujuan : Lillai Kalimatillah Waizzil Islam Wal Muslimin dalam rangka mencapai keselamatan, dan kebahagiaan, hidup di dunia, dan akhirat.
2)             Kiprah Ormas NW dalam Masyarakat Lombok
Melalui Tuan Guru Haji Zainuddin Abdul Majid ormas NW yang di bentuknya mulai menyebarkan ide-idenya kepada orang-orang sasak setelah kembali ke Lombok. Ia mulai berupaya untuk “memperbaiki” serta mengangkat harkat dan martabat masyarakat sasak di Lombok dari kebodohan dan keterbelakangan menuju masyarakat yang maju, bermartabat, serta memiliki iman yang kokoh.
D .     Nahdlatul Wathan dan perubahan Keagamaan masyarakat wetu telu.
1.      Pergeseran Praktik Keagamaan Masyarakat Wetu telu
Islam wetu telu di Narmada adalah suatu realitas kehidupan keagamaan yang bercirikan paham keagamaan yang dalam aspek-aspek tertentu berbeda dengan islam Waktu Lima. Ciri khas praktek keagamaan Wetu Telu antara lain, seperti: kepercayaan akan keterlibatan arwah leluhur dalam menyampaikan permohonan seseorang atau sekelompok orang kepada Tuhan, peran dominan kiai dalam semua upacara ritual keagamaan, kewajiban shalat dan puasa hanya di serahkan kepada kiai untuk melakukannya, dibayarkannya dua jenis zakat fitrah, yaitu fitrah urip dan fitrah pati oleh masyarakat, zakat fitrah yang hanya boleh dibayarkan kepada kiyai, dan yang paling penting adalah dijadikannya norma adat sebagai pedoman dominan dalam melaksanakan semua bentuk kepercayaan dan praktek ritual keagamaan serta perilaku keagamaan dalam kehidupan keseharian. Paham dan praktek keagamaan wetu telu merupakan suatu realitas sosial, dalam arti bahwa masyarakat wetu telu dengan ciri-cirinya tersebut diatas merupakan suatu yang riil, bekerja menurut prinsip-prinsipnya sendiri yang khas, yang tidak mencerminkan maksud-maksud individual yang sadar, berada secara terlepas dari individu-individu yang berada didalamnya, karena masyarakat merupakan suatu kenyataan yang lebih dari pada sekedar jumlah bagian-bagiannya.
Disisi lain, masyarakat wetu telu narmada bisa dipandang dalam posisi nominal, sehingga sebenarnya hanya individu-individu yang riil secara obyektif, sedang masyarakat hanya suatu nama yang menununjukkan pada sekumpulan individu-individu. Berikut ini akan dipaparkan bagaimana individu-individu tertentu di desa atau masyarakat desa ini telah melakukan tindakan perubahan keagamaan sebagai suatu realitas sosial obyektif keagamaan yang lain (islam waktu lima) yang berbeda dari realitas obyektif yang telah ada (waktu telu), setelah Nahdatul Wathan berupaya melenyapkan bercampurnya norma adat dengan nilai-nilai ajaran islam yang sebenarnya melalui aktivitas dakwah islamiyah.
Berbeda dengan sekarang ini, masyarakat narmada sudah menjadikan islam sebagai anutannya. Masyarakat islam narmada telah menjalankan shalat lima kali sehari semalam, berpuasa selama bulan ramadhan, zakat fitrah tidak lagi diserahkan kepada para kiyai atau penghulu, melainkan kepada oranag yang memang berhak menerimanya (mustahiq) seperti fakir dan miskin. Dikalangan masyarakat juga tidak tampak lagi kepercayaan tentang hari baik dan hari tidak baik dalam menentukan keberuntungan dan ketidakberuntungan seseorang didalam menjalankan suatu kegiatan atau suatau usahanya, atau keterlibatan arwah leluhur didalam menyampaikan permohonan seseorang atau sekelompok orang kepada Tuhan. Mereka juga tidak mau lagi mengikuti praktiek-praktek adat yang selain tidak massuk dalam akal pikiran, dan membutuhkan biaya yang sangat besar, serta mengarah kepada sikap boros, dan yang sangat penting adalah dijadikannya ajaran Islam sebagai pedoman di dalam bersikap dan berperilaku dalam masyarakat.
Dari hasil pengamatan di lapangan dan beberapa informan menyatakan bahwa masyarakat Narmada saat ini, sesudah menjadikan Islam sebagai anutannya. Mereka juga telah mempraktekkan ajaran Islam dalam setiap kegiatan kesehariannya. Masyarakat tidak lagi berpandangan bahwa kewajiban keagamaan hanya menjadi kewajiban para kiai dan penghulu. Masyarakat juga telah meninggalkan berbagai praktek ritual setiap pelaksanaannya diiringi dengan acara makan dan minum secara berlebihan. Sebaliknya saat ini, masyarakat sudah mulai mempergunakan akal pikirannya di dalam memahami ajaran Islam. Selain itu, mereka juga mulai rasional, penuh perhitungan, hemat, serta teliti di dalam setiap aktivitas kesehariannya. Beberapa tahun sebelumnya, oleh orang-orang Wetu Telu kami dianggap sebagai orang asing yang datang untuk merusak kepercayaan, upacara ritual serta tradisi-tradisi yang diwariskan oleh para leluhur mereka.
Senada dengan pernyataan di atas, tuan guru Afiffuddin (70 tahun) salah seorang da’i ketika itu, menyatakan bahwa kami merasa bersyukur melihat perkembangan masyarakat Narmada yang sekarang ini sudah menjalankan syariat Islam secara utuh dan konsisten, berbeda dengan ketika kami pertama kali datang dulu, kami dituduh sebagai orang yang merusak adat atau tradisi yang diwariskan oleh nenek moyang mereka.
Berdasarkan realitas di atas, nampaklah bahwa telah terjadi perubahan keagamaan masyarakat Wetu telu ke Islam Waktu Lima di Narmada. Permasalahannya sekarang adalah bagaimana proses perubahan keagamaan itu terjadi, bagaimana sikap dan perilaku keagamaan masyarakat, dan apa saja yang diperoleh oleh orang-orang yang melakukan praktek perubahan keagamaan tersebut.
2.      Proses Terjadinya Perubahan Keagamaan Wetu Telu
Pesatnya perkembangan keprcayaan wetu Telu terutama di wilayah Narmada telah mendorong organisasi keagamaan Nahdlatul Wathan untuk masuk kedalam kelompok Wetu Telu dan berusaha untuk mendorong mereka melakukan perubahan keagamaan ke Islam Waktu Lima dengan cara melepaskan mereka dari pengaruh tradisi yang diwariskan oleh para leluhur, dan membersihkan mereka dari sistem kepercayaan dan praktek-praktek ritual yang berdasarkan norma adat yang bertentangan dengan ajaran Islam.
Dalam menyebarkan ajaran Islam pada masyarakat Wetu Telu Narmada, setidaknya terdapat tiga mekanisme dakwah yang digunakan Nahdlatul wathan, yaitu:
a)      Dakwah melalui madrasah,
b)      Dakwah melalui majelis taklim, dan
c)      Dakwah melalui dakwah dan ceramah pada moment penting hari besar Islam.


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari uraian yang dikemukakan dalam makalah ini oleh penulis terhadap Telaah Islam wetu telu dan telaah Terhadap Pembaharuan Pendidikan Ormas Nahdlatul Wathan Serta Pemikiran dan Gerakan Tuan Guru Kiai Hamzanwadi dapat ditarik kesimpulan bahwa proses islamisasi dilombok awalnya sebelum menjadi islam yang sempurna sesuai dengan ajaran Ahlussunah waljamaah, terjadi proses bentuk  islamisasi dilombok dilakukan ibarat tangga atau jalan masuknya secara bertahap dikarenakan adanya budaya masyarkat lombok yang masih melekat dengan budaya leluhur yang Animisme dan Dinamisme masih kuat, sehinga dengan adanya gerakan Nahdlatul Wathan yang melakukan rekonstruksi secara bertahap sehingga islam yang masuk dilombok yang dulunya bercampur dengan adat leluhur masyarakat lombok mampu direkonstruksi sehingga sampai sekarang yang namanya islam Wetu telu sudah dikatakan gulung tikar meski masih bertahan didaerah Bayan Lombok utara.
Keberadaan Nahdlatul wathan dengan pendirinya Hamzanwadi gerakannya telah membawa nuansa baru bagi perkembangan sumber daya manusia yang berilmu, beriman, dan bertakwa, keberadaan umat islam yang memperaktekkan ajaran-ajaran Animisme dan Dinamisme (Wetu Telu) dapat berangsur-angsur kembali ke ajaran islam yang sebenarnya (Wetu Lima) dengan demikian adanya Nahdlatul Wathan (NW) adalah ormas yang memiliki andil besar bagi pembangunan daerah di NTB.
B.     Saran
Alhamdulilah kami panjatkan segala implementasi rasa syukur kami atas selesainya makalah ini. Namun dengan selesainya bukan berarti telah sempurna karena kami sebagai manusia sadar,bahwa dalam diri kami tersimpan berbagai sifat kekurangan dan ketidak sempurnaan yang tentunya sangat mempengaruhi terhadap kinerja kami.
Oleh karena itulah saran serta keritik yang bersifat membangun dari saudara selalu kami nantikan, untuk dijadikan suatu pertimbangan dalam setiap langkah sehingga kami terus termotifasi kearah yang lebih baik tentunya dimasa-masa yang akan dating. Akhirnya kami ucapkan terima kasih.

















Daftar Pustaka
Kuntowijoyo. 2005. Pengantar Illmu Sejarah. Yogyakarta: PT. Bentang Pustaka
Kuntowijoyo. 1994. Metodologi Sejarah. Jakarta: Tiara Wacana
Dudung Abdurrahman. 1999. Metode Penelitian Sejarah. Jakarta: Logos Wacana Ilmu
Hermawan warsito. 1992. Pengantar Metode Penelitian Sejarah Buku Panduan Mahasiswa. Jakarta: Logos wacana Ilmu
Noor, Mohammad, dkk., 2004. Visi Kebangsaan Religius, Refleksi Pemikiran dan Perjuangan Tuan Guru Kyai Haji Zainuddin Abdul Madjid 1904-1997. Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu dengan pondok Pesantren Nahdlatul Whatan Jakarta
Erni Budiwanti. 2001. Islam Sasak Wetu Telu Versusu  Waktu Lima. Yogyakarta, LkiS






[1] Boda merupakan kepercayaan asli orang sasak sebelum kedatangan pengaruh asing. Orang sasak pada waktu itu, yang menganut kepercayaan ini, disebut sasak Boda. Agama sasak Boda ini ditandai oleh Animisme dan Panteisme. Pemujaan dan penyembahan roh-roh leluhur dan berbagai dea lokal lainnya merupakan fokus utama daripraktek keagamaan sasak Boda. Lihat Erni Budiwanti, Islam sasak, hal: 8
[2] Kuntowijoyo, Pengantar Illmu Sejarah (Yogyakarta: PT. Bentang Pustaka, 2005), hlm.90
[3] Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah, (Jakarta: Tiara Wacana, 1994), hlm. 32.
[4] Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm. 58
[5] Hermawan warsito, Pengantar Metode Penelitian Sejarah Buku Panduan Mahasiswa, (jakarta: Logos wacana Ilmu, 1992) hlm.11
[6] Mohammad Nour, dkk., Visi Kebangsaan Religius, Refleksi Pemikiran dan Perjuangan Tuan Guru Kyai Haji Zainuddin Abdul Madjid 1904-1997 (Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu dengan pondok Pesantren Nahdlatul Whatan Jakarta, 2004), hlm. 96.
[7] Secara Georafis, pulau Lombok terletak antara dua pulau yaitu sebelah barat berbatasan denagn pulau Bali (daerah wisata), sebelah timur berbatasan dengan Pulau Sumbawa, yang terkenal dengan “Susu Kuda Liar” dan “Madu Sumbawa”. Penduduk asli Lombok adalah suku sasak yang merupakan kelompok  etnis mayoritas Lombok (90%, sisanya adalah Bali, Sumbawa, Jawa, arab, Cina dll. Dari segi  agama mayoritas beragama islam (waktu lima dan wetu telu), Hindu, Budha, dan Kristen. Erni Budiwanti, Islam Sasak,. Hlm. 6.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar